Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesarean Gunung Kawi, Jejak Perjuangan Pengawal Diponegoro serta Wujud Toleransi Etnis dan Agama

Kompas.com - 15/05/2019, 09:54 WIB
Andi Hartik,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Dikenal sebagai tempat pesugihan, Pesarean Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kabupaten Malang ternyata menyimpan nilai sejarah. Pesarean itu juga menjadi tujuan ziarah warga multi-etnis serta multi-agama.

Aroma kemenyan menyeruak saat sejumlah orang bersiap memanjatkan doa di Pesarean Gunung Kawi, Desa Wonosari, Kabupaten Malang, Selasa (14/5/2019).

Mereka yang diantaranya adalah etnis keturunan Tionghoa duduk di dalam sebuah joglo tertutup yang di ujungnya terdapat Makam Raden Mas Soeryo Koesoemo atau Kiai Zakaria II dan Raden Mas Iman Soedjono.

Kiai Zakaria II yang kemudian dikenal dengan sebutan Eyang Jugo merupakan kerabat dari Keraton Kertosuro yang menjadi pengawal perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda.

Baca juga: Kisah Toleransi Dosen yang Sediakan Makanan untuk Mahasiswa yang Puasa

Kisah dua sahabat pengawal Pangeran Diponegoro

Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, Eyang Jugo lantas mengembara ke Jawa Timur, tepatnya di Kesamben, Kabupaten Blitar.

Di sana, Eyang Jugo berjuang dengan jalan dakwah hingga akhirnya mendirikan sebuah padepokan.

"Beliau ini setelah Pangeran Diponegoro terkena tipu daya Belanda di Magelang, beliau ini mengembara. Tidak menyerah tapi beliau melakukan perjuangan melalui siar agama," kata salah satu juru kunci, Raden Iwan Soeryandoko (45). Iwan merupakan salah satu keturunan Iman Soedjono yang kelak berperan penting dalam terbentuknya Pesarean Gunung Kawi.

"Awal di Kesamben, kebetulan beristirahat di persawahan dan ternyata ada wabah penyakit. Karena beliau mempunyai kelebihan menolong dan menyembuhkan yang sakit dan Alhamdulillah banyak yang sembuh," jelasnya.

"Akhirnya masyarakat menghendaki beliau untuk tinggal di sana dan diberi satu persawahan kepada beliau dan tinggal lah di sana mendirikan padepokan," imbuhnya.

Beberapa lama tinggal di Kesamben, Iman Soedjono yang tidak lain adalah teman akrab dan teman perjuangan Eyang Jugo menyusul ke Kesamben. Mereka sama-sama tinggal di padepokan tersebut.

Iman Soedjono merupakan salah satu putra Kanjeng Sinuhun Hamengku Buwono I yang memilih lengser keprabon akibat perjuangannya melawan penjajah Belanda.

Baca juga: Jika Jadi Presiden, Prabowo Ingin Pindahkan Makam Pangeran Diponegoro ke Yogya

Pintu gerbang menuju makam Eyang Jugo atau Kiai Zakaria II atau Raden Mas Soeryo Koesoemo dan Radem Mas Iman Soedjono di Desa Wonosari, Kabupaten Malang, Selasa (14/5/2019)KOMPAS.com / ANDI HARTIK Pintu gerbang menuju makam Eyang Jugo atau Kiai Zakaria II atau Raden Mas Soeryo Koesoemo dan Radem Mas Iman Soedjono di Desa Wonosari, Kabupaten Malang, Selasa (14/5/2019)

Di akhir menjelang meninggalnya Eyang Jugo, Iman Soedjono dikirim ke Wonosari, Kabupaten Malang, tempat pesarean saat ini. Di sana, Iman Soedjono diminta menyiapkan pemakaman untuk Eyang Jugo.

"Lima tahun menjelang wafatnya Eyang Jugo, beliau megirim Eyang Iman ke sini untuk membuka lahan di sini mempersiapkan lahan itu. Sampai akhirnya membuat rumah di sini juga," katanya.

Tidak lama setelah Eyang Jugo meninggal, Iman Soedjono juga ikut meninggal dan dimakamkan di komplek yang sama.

Makam atau dalam bahasa jawanya pesarean itu lantas menjadi jujukan ziarah dan dikenal dengan Pesarean Gunung Kawi karena berada di lereng Gunung Kawi.

Baca juga: 6 Fakta Banjir dan Longsor di DIY, Bantul Paling Parah hingga Terjang Kompleks Makam Raja di Imogiri

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com