Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Demonstrasi Bukan Solusi Tepat, Ketum PBNU Akan Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

Kompas.com - 23/10/2020, 07:00 WIB
Andi Hartik,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan.

Said Aqil akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Turun ke jalan atau demonstrasi itu bukan solusi yang tepat. Justru mudharat-nya (dampak buruknya) akan lebih besar. Tapi sikap penolakan ini kita lakukan dengan elegan bahwa ada beberapa poin yang masih merugikan kita," kata Said Aqil saat hadir secara daring pada Peringatan Hari Santri Nasional 2020 di Pondok Pesantren Sabilurrasyad, Gasek, Kota Malang, Kamis (22/10/2020).

Said Aqil mengatakan, ada sejumlah pasal di UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat. Ia akan mengajukan uji materi terhadap sejumlah pasal tersebut.

Selain terkait buruh yang menuai penolakan, ada masalah pendidikan, ketahanan pangan, dan minerba yang juga dianggap merugikan.

Baca juga: Bawa Poster Awas! Ada Tukang Kawal Joging Saat Demo, Siswa SMK Dipulangkan Polisi

"Bukan hanya soal buruh, bukan hanya berkaitan dengan Ibu Ida (Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah), bukan. Tapi juga pendidikan, minerba, dan ketahanan pangan," katanya.

Di sektor pendidikan, UU Cipta Kerja dinilai mengapitalisasi lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren harus berbadan usaha.

"Coba sebelum kita kritisi, klaster pendidikan ada ayat yang mengatakan bahwa semua lembaga pendidikan termasuk pesantren, dianggap sebagai badan usaha. Nanti ada pajaknya, ada auditnya dianggap profit pesantren itu. Itu sebelum kita kritisi, sekarang alhamdulillah sudah hilang," jelasnya.

Said Aqil menyoroti aturan tentang penerbitan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) di UU Cipta Kerja.

Rentang waktu tiga hari yang diberikan kepada MUI untuk mengeluarkan fatwa seperti yang tertuang dalam UU Cipta Kerja dianggap merugikan.

"Kalau tiga hari belum mengeluarkan fatwa halal, maka sudah dianggap halal. Tanpa menunggu keputusan di majelis ulama. Kalau tidak kita baca dan kita kritisi, masuk ke undang-undang, celaka lah kita ini," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com