Warga Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, juga bersikukuh menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria. Mereka khawatir terjadi peristiwa kebocoran radiasi seperti di Fukushima, Jepang, dan Chernobyl, Rusia.
Ketua Persatuan Masyarakat Balong, Setyawan Sumedi, mengatakan, warga takut PLTN Semenanjung Muria dapat membahayakan nyawa dan lingkungan hidup. Keberadaan PLTN itu nantinya berpotensi menimbulkan bahaya ledakan, kebocoran, dan pencemaran limbah nuklir.
Selain itu, warga khawatir pembangunan PLTN tersebut menghilangkan lapangan pekerjaan. Pasalnya, hidup mereka bergantung pada perkebunan cokelat, karet, dan lahan persil yang berada di sekitar lokasi pembangunan PLTN.
”Jepang yang teknologi dan sumber daya manusianya lebih maju saja agak kewalahan menangani kebocoran radiasi nuklir,” kata Sumedi.
Sejak tahun 2002, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berencana membangun PLTN di Ujung Lemah Abang, Semenanjung Muria. PLTN itu diharapkan mampu menambah daya listrik di Jawa-Bali sekitar 5.000-7.500 megawatt atau 5-6 persen kebutuhan listrik Jawa-Bali.
Sedianya, Batan mengagendakan pembangunan tahap konstruksi pada 2010-2015, dan tahap operasional secara komersial pada 2015. Namun, akibat penolakan dari warga setempat, agenda Batan tertangguhkan.
Menurut Koordinator Muria Research Center (MRC) Indonesia, M Widjanarko, pemerintah lebih baik tidak membangun PLTN, karena masih lemah dalam manajemen risiko bencana alam. (RAZ/HEN/UTI)